Ditulis Oleh: Ghifari Bisma Aryantaputra
Perkenalkan Daniel, seorang murid teladan dari SD Proklamasi. Bagaimana tidak? Ia sudah beberapa kali mendapat ranking 1. Ia juga sering menjuarai lomba-lomba olimpiade, atletik, sampai seni. Tidak heran banyak teman dan guru yang memujinya. Perkenalkan juga Arhan, teman sekelas Daniel yang merupakan orang kaya. Tapi sikapnya bisa dibilang kurang terpuji. Tugas-tugas yang diberikan guru selalu diabaikan. Ia juga sering membantah nasihat guru. Karena itu, Ia menjadi contoh buruk bagi teman-temannya.
Arhan iri pada Daniel. Ia juga ingin menjadi tempat jatuhnya pujian dari banyak orang. Sampai akhirnya.
“Aku tahu harus apa agar Daniel tersaingi,” gumam Arhan.
Arhan tertawa jahat. Saat istirahat, Ia mendekati salah satu meja temannya, Via. Ia mengambil tempat pensilya. Ia memasukkan tempat pensil itu kedalam laci meja Daniel. Bel berbunyi.
“Waduh, tempat pensilku hilang!” sahut Via mengundang perhatian kelas.
“Tempat pensilmu seperti apa?” tanya Arhan.
“Kotak warnanya kuning,” jelas Via.
“Tidak salah lagi, pelakunya pasti Daniel!” sahut Arhan.
Daniel yang awalnya sibuk membaca buku seketika terdiam. Semua mata tertuju padanya. Arhan dengan sikap sok jagoannya berjalan kearah meja Daniel. Ia merogoh paksa laci meja Daniel.
“Ini tempat pensilmu!” sahut Arhan sambil mengangkat tempat pensil, persis dengan yang disebutkan Via tadi.
“Benar itu tempat pensilku, tega kamu Daniel,” ucap Via.
Sejak hari itu, Daniel dibenci teman-temannya. Sebaliknya, Arhan menjadi digemari. Ia dijuluki pahlawan. Daniel sedih, sudah tidak ada yang ingin menjadi temannya dan mempercayainya.
Sampai suatu hari, “Lihat, ini arloji mahal dari Perancis,” pamer Arhan pada temannya.
“Wah, keren banget,” puji temannya.
“Hehe … biasa saja sih,” kekeh Arhan.
Azan berkumandang. Arhan segera melepas arlojinya dan menaruhnya di meja. Ia takut benda berharga itu hilang. Saat kelas kosong. Seekor kucing berjalan masuk. Kucing itu mendekati meja Arhan dan membawa arloji Arhan dengan mulutnya.
Salat telah selesai, Arhan berjalan ke mejanya untuk mengambil dompet. Tapi Ia menyadari arlojinya hilang. Ia mencari sampai merogoh laci dan tasnya, tapi tidak kunjung ditemukan. Ia menjadi panik.
“Arlojiku hilang!” teriak Arhan.
Daniel baru saja keluar masjid. Dilihatnya teman-teman bahkan Bu Zara wali kelasnya, sedang sibuk mencari sesuatu. Daniel menanyakan apa yang terjadi, Bu Zara menjelaskan jika arloji Arhan hilang. Daniel sebenarnya masih kesal, tapi Ia merasa kasihan. Tanpa pikir panjang Ia membantu mencari di koridor. Ia berpikir arloji itu bisa saja diambil hewan. Sampai akhirnya seekor kucing lewat dengan arloji mewah di mulutnya. Daniel yakin arloji itu milik Arhan, lalu Ia mendekatinya.
Daniel kembali ke kelas. Beberapa anak sudah tepar karena kecapaian. Saat Arhan melihat Daniel, Ia segera mendatanginya.
“Daniel, lihat arlojiku tidak?”
“Ini, arlojimu diambil kucing, aku temukan di depan toilet,”
“K-kamu membantu aku?”
Bu Zara mendatangi Daniel, “Wah terima kasih sudah membantu Daniel.”
Arhan merasa bersalah. Ia menggenggam tangan Daniel dan meminta maaf. Bu Zara menjadi bingung. Arhan menjelaskan jika beberapa hari lalu dirinya memfitnah Daniel mencuri tempat pensil Via karena iri. Hal itu membuat Daniel dijauhi.
“Arhan tidak perlu memfitnah orang agar jadi yang terbaik, memfitnah termasuk perbuatan bullying lho, nanti Allah marah,” nasihat Bu Zara.
“Iya Bu,” ucap Arhan.
“Sekali lagi maafkan aku Daniel.” ***